Tampilkan postingan dengan label Kasyfu asy-Syubuhaat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kasyfu asy-Syubuhaat. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 11 Januari 2020
Sabtu, 19 Januari 2019
Jumat, 04 Januari 2013
Jumat, 30 November 2012
Syarah Kasyfu Sybhat-Syaikh Shalih al Fauzan
Syarah Kasyfu Syubhat-Syaikh al Fauzan
link Download: http://www.alfawzan.af.org.sa/sites/default/files/shobhat.pdf (30 Nov 2012)
Kamis, 29 November 2012
Download Ebook Kitab Syarah Kasyfu Syubhat-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
شرح كتاب كشف الشبهات
Syarah Kitab Kasyfu Syubhat
Kitab yang diberkahi ini ditulis oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin baz menjelaskan Kitab kasyfu Syubhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Link Download: KLIK DISINI (29 Nobember 2012)
ATAU
Revisi Link : https://www.box.com/s/gr9hlhdcje54xfwbxt48 (17 Feb 2013 bisa )
ATAU
Revisi Link : https://www.box.com/s/gr9hlhdcje54xfwbxt48 (17 Feb 2013 bisa )
Rabu, 14 November 2012
Kasyfu Syubhat - Ustadz Abdurahman Lombok
_________________________
_________________________http://kaossunnah.blogspot.com/2012/01/download-kajian-kafsyu-syubhat-lengkap.html
Rekaman Kajian Ustadz Abdurahman Lombok.
http://www.4shared.com/mp3/SEUZg3-T/01_Pentingnya_Memahami_Kasyfu_.html
http://www.4shared.com/mp3/vPvM5GRk/02_Pentingnya_Memahami_Makna_K.html
http://www.4shared.com/mp3/y5aaS_r3/03_Berbagai_Ujian_Yang_Akan_Di.html
http://www.4shared.com/mp3/VyS8LgHL/04_Menjaga_Keimanan_dan_Ketauh.html
http://www.4shared.com/mp3/VsnwZEhP/05_Perbedaan_Pola_Kesyirikan_M.html
http://www.4shared.com/mp3/W6QPow8F/06_Menasihati_Para_Pelaku_Kesy.html
http://www.4shared.com/mp3/SrkPeoCD/07_Memohon_Pertolongan_Allah_d.html
http://www.4shared.com/mp3/Iv1Q1OSj/08_Pentingnya_Memahami_Jenis2_.html
http://www.4shared.com/mp3/ra7zqAyG/09_Beberapa_Sebab_Yang_Dapat_M.html
Sumber: http://www.4shared.com/u/qbYfij8r/penuntut.html (7 desember 2012)
Selasa, 30 Oktober 2012
Rekaman Kajian Kasyfu Syubhat - Ustadz Khidhir M. Sunusi - Makassar
01.-Penjelasan-Makna..> 02.-Penjelasan-Makna..> 03.-Penjelasan-Bahwa..> 04.-Makna-Laa-Ilaha-..> 05.-Makna-Laa-Ilaha-..> 06.-Penjelasan-Tenta..> 07.-Penjelasan-Bahwa..> 08.-Penjelasan-Makna..> 08a.-Pertanyaan-Tent..> 09.-Jawabab-Umum-Ter..> 10.-Bantahan-Syubhat..> 11.-Bantahan-Syubhat..> 12.-Syubhat-Seputar-..>
Senin, 29 Oktober 2012
Rekaman Kajian KASYFU ASY-SYUBHAT (Ustadz Luqman Ba'abduh)
Kasyfu Syubhat – Ustadz
Luqman Ba’abduh
Sumber: Abu Jibrin At Tamimi
KasyfusSyubhat 01.mp3 29-Dec-2009 20:16 7.2M
KasyfusSyubhat 02.mp3 29-Dec-2009 20:16 6.0M
KasyfusSyubhat 03.mp3 29-Dec-2009 20:16 3.4M
KasyfusSyubhat 04.mp3 02-Jan-2010 08:44 6.2M
KasyfusSyubhat 05.mp3 02-Jan-2010 08:44 5.9M
KasyfusSyubhat 06.mp3 02-Jan-2010 08:44 6.1M
KasyfusSyubhat 07.mp3 02-Jan-2010 08:49 5.9M
KasyfusSyubhat 08.mp3 02-Jan-2010 08:49 7.3M
KasyfusSyubhat 09.mp3 02-Jan-2010 08:49 5.5M
KasyfusSyubhat 10.mp3 02-Jan-2010 08:49 6.1M
KasyfusSyubhat 11.mp3 02-Jan-2010 08:57 6.3M
KasyfusSyubhat 12.mp3 02-Jan-2010 08:57 6.8M
KasyfusSyubhat 13.mp3 02-Jan-2010 08:57 7.7M
KasyfusSyubhat 14.mp3 02-Jan-2010 08:57 6.5M
KasyfusSyubhat 15.mp3 02-Jan-2010 08:57 7.7M
KasyfusSyubhat 16.mp3 02-Jan-2010 09:00 7.2M
KasyfusSyubhat 17.mp3 02-Jan-2010 09:00 5.9M
KasyfusSyubhat 18.mp3 02-Jan-2010 09:00 3.2M
KasyfusSyubhat 19.mp3 02-Jan-2010 09:04 5.7M
KasyfusSyubhat 20.mp3 02-Jan-2010 09:04 6.9M
KasyfusSyubhat 21.mp3 02-Jan-2010 09:04 4.4M
Sumber:
http://kaahil.wordpress.com/e-book-murottal/
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/ashthy/ULB/KasyfuSyubuhat/
Kamis, 03 Mei 2012
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 16: Penutup: Ajakan Untuk Bertaubat
Penutup:
Ajakan Untuk Bertaubat
Baiklah, kami
segera tutup pembicaraan ini dengan suatu masalah yang besar dan penting, yang
dapat dipahami dari hal-hal yang terdahulu. Akan tetapi kami khususkan
pembicarannya mengingat betapa besarnya masalah ini dan betapa banyaknya salah
pengertian dalam masalah ini. Maka kami katakan:
Tidak ada
perbedaan pendapat di antara ulama’ bahwasanya tauhid itu wajib diwujudkan
dengan hati, lisan dan amal perbuatan. Maka, jika hilang satu saja dari ketiga
hal itu (hati, lisan dan amal) maka seorang belum dikatakan muslim. Lalu, jika
seorang mengetahui tauhid, tetapi tidak melaksanakan tauhid itu, maka ia dihukum
kafir Mu’aanid (orang kafir yang membangkang), seperti kekafiran fir’aun, Iblis
dan yang serupa dengan keduanya.
Banyak dari
manusia yang salah pengertian dalam masalah ini, mereka mengatakan:
“Sesungguhnya hal ini haq (benar) dan kami memahaminya serta bersaksi,
bahwasanya hal itu benar. Akan tetapi, kami tidak Mampu untuk melaksanakannya.
Dan tidak dibolehkan penduduk negeri kami, kecuali orang yang sepaham dengan
mereka”. Atau berbagai alasan yang lain.
Si bodoh yang
miskin pengertian ini tidak tahu, bahwa sebagian besar pemuka- pemuka kafir
mereka mengetahui kebenaran itu dan mereka tidak meninggalkannya dengan berbagai
alasan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:
اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا
“Mereka
menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (At Taubah:
9).
Dan ayat-ayat
yang lain. Seperti firman Allah Subhanahu wata’ala::
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا
يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (Al
Baqarah:146).
Jika seorang
melaksanakan tauhid dengan perbuatan yang tampak mata, sedangkan dia tidak
memahami tauhid itu dan tidak meyakininya dengan hatinya, maka dia adalah
munafiq. Dan orang munafiq lebih jelek dari orang kafir.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ
النَّارِ
“Sesungguhnya
orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkat yang paling bawah dari neraka.” (An
Nisaa’: 145).
Ini masalah yang
panjang, akan jelas bagi anda jika anda telah merenungkannya melalui apa yang
keluar dari lisan-lisan manusia. Anda akan lihat orang yang mengetahui al haq
(kebenaran) tetapi tidak mau melaksanakan kebenaran itu karena rasa takut
kekurangan dunia atau karena pangkat di bidang agama atau dunia ataupun karena
basa-basi menyesuaikan diri dengan orang. Dan anda juga akan melihat orang yang
mengamalkan secara zhahir, sedang batinnya menolak. Akan tetapi wajib bagi anda
untuk memahami dua ayat dari kitab Allah ini.
Ayat yang
pertama adalah firman Allah ta’ala:
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Tidak usah
minta ma’af (beralasan), karena kamu kafir sesudah beriman.” (At Taubah:
66).
Jika telah jelas
bagi anda, bahwasanya sebagian para sahabat yang telah memerangi bangsa Romawi
bersama Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam itu kafir hanya karena mereka
mengucapkan suatu kalimat (perkataan) atas dasar main- main dan canda, maka
teranglah bagi anda, bahwasanya orang yang mengucapkan dirinya kafir karena rasa
takut kekurangan harta atau karena demi pangkat ataupun karena berbasa-basi
menyesuaikan diri dengan orang, adalah lebih besar kesesatannya dari orang yang
mengucapkan suatu kalimat kekafiran dengan maksud bercanda.
Ayat yang kedua
adalah firman Allah Ta’ala:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ
أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ
صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ. ذَلِكَ
بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ
“Barang siapa
yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan dari Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia
tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu
disebabkan karena sesunguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari
akhirat.” (An Nahl:106-107).
Maka, Allah
tidak menerima uzur mereka kecuali orang yang dipaksa kafir disertai keberadaan
hati yang tetap tenang dalam keimanan. Adapun selain itu, maka ia benar-benar
telah kafir sesudah beriman, baik ia mengerjakan itu karena rasa takut atau
sekedar berpura-pura untuk menyesuaikan diri dengan orang, atau karena rasa
bakhil dengan negerinya atau keluarganya atau kerabat-kerabatnya ataupun harta
bendanya. Ataupun ia melakukan tindakan kekafiran itu atas dasar canda atau
karena atas tujuan-tujuan lain, kecuali orang yang dipaksa
kafir.
Oleh karenanya,
ayat di atas menunjukkan hal itu dari dua segi;
Yang
pertama: firman Allah Ta’ala:
إِلا مَنْ أُكْرِهَ
“kecuali orang
yang dipaksa kafir” Disini Allah hanya mengecualikan orang yang dipaksa kafir,
dan sudah maklum, bahwasanya orang tidak dipaksa kecuali supaya mengucap atau
berbuat, sedangkan keyakinan (I’tikad) hati, tidak ada seorang pun yang dipaksa
untuk meyakininya.
Yang
kedua: firman Allah Ta’ala:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
عَلَى الآخِرَةِ
“Yang demikian
itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari
akhirat.”(QS.An Nahl: 107).
Maka, Allah
telah menerangkan ayat itu dengan jelas, bahwasanya kekafiran dan siksa tidaklah
disebabkan I’tikad, kebodohan dan kebencian kepada agama, serta cinta kepada
kekafiran melainkan sebabnya adalah karena mereka mendapat keuntungan-keuntungan
dunia, lalu hal itu ia utamakan melebihi agama
والله سبحانه وتعالى أعلم وأعز وأكرم، وصلى الله على
نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
تمت والحمد لله رب العالمين.
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 15: Meminta Pertolongan Kepada Selain Allah
Meminta
Pertolongan Kepada Selain Allah
Syubhat lain yang dimiliki orang-orang musyrik adalah
kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam tatkala dilempar ke dalam api, Malaikat Jibril
‘Alaihissalam menghalanginya di udara. Lalu,
Jibril bertanya kepada Ibrahim ‘Alaihissalam,
ألك حاجة؟
“Apakah kamu butuh sesuatu?" Maka Ibrahim
‘Alaihissalam menjawab,
أما إليك فلا
“Kepadamu saya sama sekali tidak butuh”. Lantas mereka
(orang-orang musyrik) mengatakan: "Kalau istighatsah itu syirik tentu Jibril
tidak akan menawarkan pertolongannya kepada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam."
Sebagai jawabannya ialah: Sesungguhnya hal ini termasuk
jenis syubhat sebelumnya. Sebab, sesungguhnya malaikat Jibril
‘Alaihissalam
telah
menawarkan kepada Ibrahim ‘Alaihissalam untuk memberi pertolongan kepadanya
dalam hal yang Jibril ‘Alaihissalam mampu melaksanakan hal itu. Karena
sesungguhnya malaikat Jibril ‘Alaihissalam seperti yang difirmankan Allah
tentang diri Jibril ‘Alaihissalam:
شَدِيدُ الْقُوَى
“Yang sangat kuat.” (An Najm: 5)
Maka, jika diizinkan untuk mengambil api dan apa yang
ada di sekitar api itu lalu ia lemparkan ke ufuk timur atau barat niscaya akan
ia kerjakan. Jika Allah memerintahkannya untuk meletakkan Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam di tempat yang jauh dari mereka,
niscaya ia dapat melakukannya. Dan jika Allah memerintahkannya untuk mengangkat
Ibrahim ‘Alaihissalam ke langit, niscaya ia dapat
melakukannya.
Hal ini tak beda seperti seorang lelaki kaya-raya sedang
melihat orang yang membutuhkan. Lantas ia menawarkan kepadanya untuk
menghutanginya dan memberinya sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya. Tetapi,
orang yang membutuhkannya itu tidak mau meminjam dan bahkan ia terus bersabar
sampai Allah mendatangkan kepadanya rezeki yang ia tidak merasa tertumpangi jasa
orang lain.
Betapa jauhnya perbedaan antara hal ini dengan
istighatsah al-ibadah dan syirik, jika mereka benar-benar orang-orang yang
mengerti [1].
____________
Footnote:
Footnote:
[1] Orang yang telah mati tidak akan mendengar do’a
orang yang berdo’a kepada mereka dan tidak pula mendengar Istighatsah orang yang
beristighatsah kepada mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah
ta’ala:
إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu” (Al-Fatir: 14).
Maka para penyembah orang mati senantiasa dalam
kesesatan, selagi mereka tetap berdo’a kepada orang-orang mati itu, karena
ibadah mereka berlawanan dengann nash Al-Qur’an.
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 14: Istighatsah Kepada Selain Allah
Istighatsah Kepada Selain Allah
Dan orang-orang
musyrik itu masih mempunyai syubhat lain. Yaitu apa yang pernah disebutkan oleh
Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam bahwasanya manusia nanti di hari kiamat akan
baristighatsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam ‘Alaihissalam, kemudian
kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam, kemudian kepada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam,
kemudian kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, kemudian kepada Nabi 'Isa
‘Alaihissalam, lalu semuanya tidak dapat melakukan sehingga akhirnya mereka
sampai ke Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam. Orang-orang musyrik itu
mengatakan: “Hal itu menunjukkan, bahwasanya istighatsah kepada selain Allah itu
tidak Syirik”.
Sebagai
jawabannya, hendaklah kita katakan: Maha Suci Allah Yang Mengunci mati hati
musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya istighatsah kepada makhluk dalam hal yang dia
mampu kami tidak memungkirinya, sebagaimana firman Allah tentang kisah Nabi Musa
‘Alaihissalam:
فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ
عَدُوِّهِ
“Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan
kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya.” (Al
Qashash:15).
Dan sebagaimana seseorang meminta pertolongan kepada
teman-temannya dalam peperangan atau hal lain yang makhluk mampu mengerjakannya.
Kami hanya mengingkari istightsah Al-ibadah (istightsah yang bersifat
penyembahan) yang mereka lakukan di sisi kuburan-kuburan para wali atau
istightsah kepada wali itu di saat para wali itu di tempat yang jauh, bukan di
hadapannya, dalam hal-hal yang tidak ada seorangpun mampu atas hal itu kecuali
Allah Subhanahu wata'ala.
Jika ini telah
tegas, maka istightsah mereka kepada para Nabi di hari kiamat seraya
menginginkan dari nabi-nabi itu untuk berdo’a kepada Allah agar segera melakukan
hisab kepada manusia sehingga penduduk syurga dapat beristirahat terlepas dari
susah dan payahnya keadaan waktu itu.
Hal ini memang
boleh di dunia dan di akhirat. Yaitu, misalnya; anda datang kepada seorang yang
shalih yang masih hidup, dia duduk mendampingi anda dan mendengarkan perkataan
anda, anda mengatakan kepadanya: “Berdo’alah kepada Allah untukku”, sebagaimana
dahulu para sahabat Rasulullah memohon hal itu kepada beliau Shallallahu‘alaihi
wasallam di saat beliau hidup.
Sedangkan
sesudah beliau wafat, sekali-kali tidak dan sekali-kali tidak, dan tidaklah para
sahabat itu memohon hal itu di sisi kuburan beliau Shallallahu‘alaihi
wasallam.
Bahkan, ulama’
salaf mengingkari orang yang bermaksud berdo’a kepada Allah di sisi kuburan
beliau Shallallahu‘alaihi wasallam, lebih-lebih berdo’a memohon kepada diri
beliau Shallallahu‘alaihi wasallam?
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 13: Orang Musyrik yang Mengucapkan Laa Ilaha Illallah
Orang-orang musyrik mempunyai syubhat lain, mereka
mengatakan bahwa nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menyalahkan pembunuhan
Usamah Radhiallahu‘anhuma terhadap orang yang sudah
mengatakan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
dan beliau bersabda kepadanya:
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
الله
"Mengapa engkau bunuh setelah ia mengucapkan: Laa
Ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah)?"
Begitu juga sabda beliau Shallallahu‘alaihi
wasallam:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga
mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah)"
Dan hadits-hadits lain tentang menahan diri dari orang
yang telah mengucapkan kalimat tauhid. Yang diinginkan orang-orang bodoh itu
adalah, bahwasanya barang siapa yang sudah mengucapkan kalimat itu, maka tidak
dikafirkan dan tidak dibunuh, meski ia telah berbuat apa saja, maka, harus
dikatakan kepada orang- orang bodoh itu:
Sudah maklum, bahwasanya Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam telah memerangi orang-orang Yahudi dan menawan mereka padahal mereka
mengatakan Laa Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Seperti juga sudah
maklum, bahwa sahabat- sahabat Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam telah
memerangi Bani Hanifah, padahal mereka bersaksi, bahwasanya tidak ada Ilah
(sesembahan) selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad itu adalah utusan
Allah, mereka juga mengerjakan shalat dan mengaku dirinya Islam. Demikian pula
halnya orang-orang yang dibakar oleh ‘Ali bin Abi Thalib dengan api, dan
orang-orang bodoh itu mengakui, bahwa barang siapa yang mengingkari hari
pembalasan, maka ia dihukum kafir dan boleh dibunuh, meskipun telah mengucapkan
Laa Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah). dan barang siapa mengingkari
sesuatu dari rukun-rukun Islam, ia juga kafir dan boleh dibunuh meskipun telah
mengucapkan kalimat tauhid itu. Lalu, kalau orang yang mengingkari satu cabang
agama, pengakuan Islamnya batal dan tak berguna, adakah berguna pengakuan
keislaman orang yang mengingkari tauhid yang merupakan asas dan dasar agama
para Rasul?
Namun, memang musuh-musuh Allah tidak faham makna
hadits-hadits itu. Adapun hadits Usamah adalah bahwasanya ia telah membunuh
seorang lelaki yang sudah mengaku dirinya Islam disebabkan karena Usamah
menyangka, bahwa lelaki itu tidak mengaku Islam kecuali karena rasa takut atas
darah dan hartanya. Jadi, jika seorang telah memperlihatkan keislamannya, maka
wajib bagi muslim menahan diri, dan tidak tergesa-gesa membunuhnya sehingga
diketahui dengan teliti pada dirinya apa-apa yang bertentangan dengan
keislamannya itu. Tentang hal itu, Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan
firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi
(berperang) di jalan Allah, maka betabayunlah (telitilah).” (An Nisaa’:
94).
Tabayyun yakni tatsabbut, berhati-hati dalam bertindak,
tidak ceroboh, ayat tersebut menunjukkan kewajiban menahan diri dan
bertasabbut. Lantas, jika sudah terang (setelah diteliti) ada sesuatu yang
berlawanan dengan Islam, maka boleh dibunuh, berdasarkan firman Allah
-maka telitilah- kalau seandainya tidak boleh dibunuh jika ia mengucapkan
kalimat tauhid, padahal telah terbukti, setelah diteliti bahwa ia menentang
Islam, maka perintah “tatsabbut” tidak akan mempunyai arti.
Demikian pula hadits lain yang sejenisnya, maknanya
adalah seperti yang sudah kami sebutkan, dan bahwasanya barang siapa yang
telah menampakkan ketauhidan dan keislaman, maka wajib orang muslim menahan
diri darinya, kecuali jika sudah terang darinya sesudah diteliti, hal-hal yang
membatalkan ketauhidan dan keislamannya itu. Sebagai dalil atas hal itu adalah
bahwasanya Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
الله
“Mengapa kamu bunuh dia sesudah mengatakan Laa Ilaaha
illallah (tiada Tuhan selain Allah)?”.
Dan beliau shallallahu‘alaihi wasallam juga yang
bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ
إِلَهَ إِلاَّ الله
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga
mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah)"
Beliau Shallallahu‘alaihi wasallam pula yang bersabda
tentang kaum khawarij:
أَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ لَئِنْ
أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Dimana saja kamu sekalian bertemu mereka, maka
bunuhlah. Sungguh, jika aku mendapatkan mereka (khawarij) niscaya pasti akan
aku bunuh mereka (seperti) terbunuhnya kaum ‘Aad.”
Padahal orang-orang khawarij itu termasuk orang-orang
yang banyak beribadah, bertahlil dan bertasbih. Sampai-sampai para sahabat
merasa rendah diri di hadapan orang-orang khawarij itu. Mereka telah belajar
ilmu dari para sahabat, akan tetapi meski begitu, ucapan mereka Laa Ilaha
Illallah (tiada Tuhan selain Allah) sama sekali tidak berguna bagi
mereka.
Begitu juga ibadah mereka yang banyak dan pengakuan
Islam mereka juga tidak berguna tatkala telah tampak dari mereka perlawanan
terhadap syari’ah.
Demikian halnya apa yang sudah kami sebutkan tentang
peperangan terhadap orang-orang Yahudi dan peperangan para sahabat terhadap
bani Hanifah.
Begitu juga Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam ingin
memerangi Bani Mushthaliq tatkala seorang lelaki dari mereka memberitahu
beliau Shallallahu‘alaihi wasallam bahwasanya Bani Mushthaliq enggan membayar
zakat, sehingga Allah Subhanahu wata’ala menurunkan ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ
بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti.” (Al Hujuraat:
6).
Dan benar, bahwa lelaki itu telah berbohong dalam
memberitakan tentang mereka.
Semua ini menunjukkan bahwa maksud Nabi
Shallallahu‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits yang mereka pakai sebagai
hujjah itu adalah seperti apa yang kami sudah sebutkan di
atas.
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 12: Ancaman Kufur
Oleh karenanya
renungkan syubhat berikut ini, yaitu ucapan mereka: “Mengapa kalian
mengkafirkan orang-orang Islam yang mereka bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, mereka mengerjakan shalat dan puasa?"
Kemudian
renungkan jawaban syubhat itu, karena jawaban ini adalah termasuk paling
bermanfaat di antara isi lebar-lembaran ini.
Dan termasuk
dalil atas hal itu juga adalah apa yang sudah Allah ceritakan tentang Bani
Israil dengan keislaman, keilmuan, dan keshalihan mereka, masih saja mereka
mengatakan kepada nabi musa ‘alaihi sallam:
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ
“Buatlah untuk
kami suatu tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan- tuhan
(berhala).” (QS.Al A’raaf:138).
Dan ucapan
beberapa sahabat:
اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ
“Buatlah untuk
kami dzaatu anwaath (nama sebuah Pohon).”
Mendengar ucapan
itu Rasulullah Shalallahu‘alaihi wasallam lalu bersumpah, bahwasanya ucapan itu
serupa dengan ucapan Bani Israil “buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala).”
Tetapi,
orang-orang musyrik mempunyai syubhat, yang mereka pakai sebagai hujjah dalam
kisah Bani Israil itu. Syubhat itu adalah mereka mengatakan, bahwa Bani Israil
itu tidak kafir, begitu pula beberapa sahabat yang telah mengatakan:
اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ
“Buatlah untuk
kami pohon Dzaatu Anwaath,” mereka pun tidak kafir.
Sebagai
jawabannya, hendaklah anda katakan:
“Sesungguhnya
Bani Israil tidak melakukan itu, demikian pula orang-orang yang telah memohon
kepada Nabi Shalallahu‘alaihi wasallam tidak juga melakukan itu. Tetapi jika
melakukan itu yakni membuat tuhan berhala, jelas mereka akan kafir. Seperti
juga tidak ada perbedaan pendapat antara ulama’ bahwa orang-orang yang
dilarang Rasulullah Shalallahu‘alaihi wasallam itu andaikan tidak mentaati
beliau Shalallahu‘alaihi wasallam dan mengambil Dzaatu Anwaath itu sesudah
mereka dilarang, niscaya mereka pun menjadi kafir." Dengan demikian
terjawablah.
Akan tetapi
kisah ini memberi pelajaran:
(a) Bahwasanya
seorang muslim, bahkan seorang ‘alim, terkadang dapat terperosok ke dalam macam
syirik tanpa sepengetahuannya. Dengan demikian kisah ini pun memberi pelajaran
kepada kita agar belajar dan berhati-hati serta mengerti bahwa ucapan seorang
bodoh, “kami sudah faham tauhid itu“, adalah kebodohan yang terbesar dan
termasuk makar (tipu daya) syaithan yang terbesar,
(b) Kisah ini
juga memberi pelajaran, bahwa seorang muslim jika mengucapkan perkataan kufur
dan dia tidak tahu, lalu diingatkan atas perbuatannya itu, kemudian seketika
itu juga bertaubat dari ucapan itu, maka ia tidak kafir, sebagaimana yang
sudah dilakukan kaum Bani Israil dan sahabat yang meminta kepada nabi
Shalallahu‘alaihi wasallam dalam kisah di atas,
(c) Dan kisah
itu juga memberi pelajaran, bahwasanya jika dia tidak kafir maka dia harus
ditegur dengan perkataan yang keras kepadanya, seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah Shalallahu‘alaihim wasallam, kepada orang-orang lain dari sahabat
itu.
------------
ومن الدليل على ذلك أيضاً حكى الله عن بني إسرائيل مع إسلامم
وعلمهم وصلاحهم أنهم قالوا لموسى: اجْعَل لَّنَا إِلَـهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ [الأعراف:138]، وقول ناسٍ من الصحابة: { اجعل لنا
ذات أنواط } فحلف
أن هذا نظير قول بني إسرائيل اجعل لنا إلهاً.
ولكن للمشركين شبهة يدلون بها عند هذه القصة وهي أنهم يقولون:
فإن بني إسرائيل لم يكفروا بذلك، وكذلك الذين قالوا: { اجعل لنا
ذات أنواط } لم
يكفروا.
فالجواب أن تقول: إن بني إسرائيل لم يفعلوا ذلك وكذلك الذين
سألوا النبي لم يفعلوا، ولا خلاف في أن بني إسرائيل لم يفعلوا ذلك، ولو
فعلوا ذلك لكفروا، وكذلك لا خلاف في أن الذين نهاهم النبي لو لم يطيعوه واتخذوا ذات أنواط بعد نهيه لكفروا، وهذا هو المطلوب.
ولكن هذه القصة تفيد أن المسلم بل العالم قد يقع في أنواع من
الشرك لا يدري عنها فتفيد التعلم والتحرز ومعرفة أن قول الجاهل التوحيد فهمناه أن
هذا من أكبر الجهل وكايد الشيطان.
"وتفيد" أيضاً أن المسلم
إذا تكلم بكلام كُفر وهو لا يدري فنبه على ذلك فتاب من ساعته، أنه لا يكفر، كما فعل
بنو إسرائيل والذين سألوا النبي ، "وتفيد" أيضاً أنه لو لم
يكفر فإنه يغلظ عليه الكلام تغليظاً شديداً كما فعل رسول الله
.
Kasyfu asy-Syubuhaat bagian 11: Musyrikin Zaman Dahulu Dengan Zaman Sekarang
Syubhat itu
adalah, bahwasanya mereka mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang Al-Qur’an
telah turun tentang keadaan mereka, tidak pernah bersaksi, bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan mereka mendustakan Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam, mengingkari hari kebangkitan, mendustakan Al-Qur’an dan
menganggapnya sebagai sihir, sedangkan kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang haq disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad Shallallahu‘alaihi
wasallam adalah utusan Allah. Kami membenarkan Al Qur’an, beriman dengan
adanya hari kebangkitan, melaksanakan shalat dan kami pun melaksanakan puasa,
bagaimana kalian menyamakan kami seperti orang-orang musyrik dulu?"
Sebagai jawaban
atas syubhat ini adalah: Bahwasanya tidak ada perbedaaan pendapat antara para
ulama’, bahwa seseorang jika membenarkan Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam
dalam satu hal, dan mendustakan beliau Shallallahu‘alaihi wasallam dalam hal
yang lain, hukumnya adalah kafir, tidak masuk dalam Agama Islam, begitu pula,
jika seseorang beriman dengan sebagian isi Al- Qur’an, tetapi mengingkari
sebagian yang lain seperti misalnya: seorang mengakui tauhid, tetapi
mengingkari kewajiban shalat, atau mengakui tauhid dan mengakui shalat, tetapi
mengingkari zakat, ataupun dia mengakui semua itu (tauhid, shalat dan zakat)
tetapi mengingkari puasa, atau dia mengakui semua itu, tetapi ia mengingkari
haji, maka orang yang semacam itu hukumnya kafir. Dan ketika beberapa orang
tidak menunaikan ibadah haji pada zaman Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam maka
Allah langsung menurunkan wahyu tentang orang-orang itu:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ
"Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
(Ali Imran: 97)
Dan barang siapa
yang mengakui semua yang tersebut di atas itu, tetapi mengingkari hari
kebangkitan, maka hukumnya kafir menurut ijma’ (kesepakatan para ulama’) dan
darah serta harta bendanya menjadi halal. Sebagaimna firman Allah Subhanahu
wata’ala:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ
بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ
سَبِيلا. أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ
عَذَابًا مُهِينًا
"Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan bermaksud membeda-bedakan
antara Allah dan Rasul-rasul-Nya (beriman kepada Allah, tidak beriman kepada
rasul-rasul-Nya), dengan mengatakan: “kami beriman kepada sebahagian (dari
rasu-rasul itu), dan kafir terhadap sebahagian (yang lain), “serta bermaksud
(dengan perkataan itu) mangambil jalan antara yang demikian (iman atau kafir),
merekalah orang-orang yang kafir sebenarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan" (An
Nisaa’:150-151).
Maka, Jika Allah
sudah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya dalam kitab-Nya, bahwasanya barang
siapa beriman kepada sebahagian dari rasul-rasul-Nya dan kafir terhadap
sebahagian yang lain, hukumnya adalah kafir yang sebenar-benarnya; dengan
demikian hilanglah syubhat tersebut. Dan hal ini yang dituturkan oleh sebagian
penduduk Ahsaa’ (nama suatu daerah di wilayah timur saudi arabia, pent) dalam
surat yang telah dikirimkan kepada kami [1]
Dikatakan pula:
Apabila kamu sudah mengakui bahwasanya barang siapa yang sudah membenarkan
Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam dalam segala urusan, tetapi mengingkari
kewajiban shalat maka dia dihukumi kafir, halal darahnya menurut ijma’
(kesepakatan ulama’). Demikian juga, jika dia mengakui semua hal itu kecuali
hari kebangkitan, ia mengingkarinya, maka ia dihukum kafir, halal darah dan
hartanya. Begitu pula, jika dia mengingkari puasa ramadhan tetapi tidak
mengingkari hari kebangkitan maka hukumnya pun kafir. Semua madzhab tidak
berselisih dalam hal ini, dan Al-Qur’an pun telah menjelaskan tentang hal itu
seperti yang telah kami kemukakan di atas. Maka dari sini, jelaslah bahwasanya
“tauhid” itu termasuk fardhu (kewajiban) yang terbesar yang dibawa oleh Nabi
Shallallahu‘alaihi wasallam.
Tauhid lebih
besar dari ibadah shalat, zakat, puasa dan haji, jika seseorang mengingkari
Satu hal dari hal-hal itu dihukumi kafir, meskipun dia sudah mengamalkan semua
syari’at Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam, tepatkah orang yang
mengingkari tauhid -yang mana tauhid itu merupakan agama seluruh rasul- rasul-
tidak dihukumi kafir? Subhanallah (Maha Suci Allah) Alangkah anehnya kebodohan
yang semacam ini.
Dikatakan pula:
Mereka para sahabat Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam telah memerangi bani
Hanifah padahal mereka benar-benar sudah masuk Islam bersama Nabi
Shalallahu‘alalaihi wasallam, mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dan mereka juga
mengerjakan shalat dan azdan.
Maka jika dia mengatakan: “Sesungguhnya mereka berkata bahwasanya Musailamah (Al-Kadzdzab) adalah seorang nabi,"
Kami katakan: inilah jawaban yang dicari, yakni jika ada orang yang mengangkat seorang lelaki sederajat dengan Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam dihukum kafir, halal harta dan darahnya, dan dua ucapan syahadat dan shalat tidak bermanfaat baginya, bagaimana dengan orang yang mengangkat Syamsan atau Yusuf atau seorang sahabat ataupun seorang Nabi ke derajat yang Maha Menguasai langit dan bumi? Maha suci Allah, betapa agung urusan-Nya.
Maka jika dia mengatakan: “Sesungguhnya mereka berkata bahwasanya Musailamah (Al-Kadzdzab) adalah seorang nabi,"
Kami katakan: inilah jawaban yang dicari, yakni jika ada orang yang mengangkat seorang lelaki sederajat dengan Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam dihukum kafir, halal harta dan darahnya, dan dua ucapan syahadat dan shalat tidak bermanfaat baginya, bagaimana dengan orang yang mengangkat Syamsan atau Yusuf atau seorang sahabat ataupun seorang Nabi ke derajat yang Maha Menguasai langit dan bumi? Maha suci Allah, betapa agung urusan-Nya.
كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لا
يَعْلَمُونَ
“Demikianlah
Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami”. (Ar Ruum:
59).
Dikatakan pula:
Orang-orang yang dibakar oleh ‘Ali Bin Abi Thalib dengan api, mereka semua
mengaku dirinya Islam, dan mereka sahabat-sahabat Ali Radhiallahu‘anhu serta
belajar ilmu dari para sahabat, akan tetapi mereka beri’tiqad terhadap Ali,
seperti I’tiqad orang terhadap Yusuf dan Syamsan dan orang yang semisal
keduanya, maka, bagaimana bisa para sahabat itu sepakat untuk membunuh dan
mengkafirkan mereka?
Apakah kalian
menyangka, bahwasanya para sahabat itu mengkafirkan orang-orang muslim? Atau
kalian menyangka bahwa beri’tiqad terhadap suatu taaj (mahkota) dan sejenisnya
tidak mengganggu iman sedang beri’tiqad terhadap Ali bin Ali Thalib menjadi
kafir?
Dikatakan juga:
Bani ‘Ubaid Al-Qaddah yang menguasai negeri Maghrib dan Mesir pada zaman bani
Al-Abbaas, mereka semua bersaksi, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam adalah utusan Allah.
Mereka pun mengaku menganut Islam dan melaksanakan shalat Jum’at dan shalat
berjamaah, akan tetapi tatkala mereka memperlihatkan perlawanan terhadap
syariah dalam beberapa hal yang tidak sebesar apa yang mereka tentang pada
zaman kita ini, para ulama’ pun sepakat untuk mengkafirkan mereka. Dan
difatwakan bahwa negeri mereka adalah negeri “Dar Harb” yang harus diperangi.
Lalu, kaum muslimin memerangi mereka sampai kaum muslimin dapat membebaskan
negeri orang-orang Islam yang berada dalam cengkraman
mereka.
Dikatakan juga:
jika orang-orang dulu tidak kafir melainkan lantaran mereka hanya memadukan
antara syirik dan mendustakan Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam dan
Al-Qur’an serta mengingkari hari kebangkitan dan yang lainnya. Maka apalah
artinya bab yang di sebut oleh Para ulama’ seluruh madzhab: “bab hukum orang
murtad”. Yaitu yang tak lain adalah orang muslim yang menjadi kafir sesudah
dirinya Islam. Kemudian para ulama’ menyebutkan beberapa macam murtad. Setiap
macam dari macam-macam murtad itu dihukumi kafir dan dijadikan darah dan harta
bendanya itu halal. Sampai-sampai para ulama’ itu menyebutkan hal-hal yang
gampang terjadi dan dilakukan orang. Seperti; seseorang yang menyebut sesuatu
kalimat dengan lisannya, tanpa ada keyakinan dalam hatinya ataupun menyebut
suatu kalimat dengan bercanda dan main-main.
Dan dikatakan
pula: orang-orang yang Allah katakan tentang mereka:
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا
كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلامِهِمْ
“Mereka
(orang-orang munafik itu) bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidak
mengatakan (sesuatu yang menyakitimu), Sesungguhnya mereka telah mengucapkan
perkataan kekafiran dan telah menjadi kafir sesudah islam”. (At Taubah:
74).
Apakah kamu
tidak mendengar, bahwasanya Allah telah mengkafirkan mereka hanya karena mereka
mengucapkan satu kalimat? padahal semasa Rasulullah Shallallahu‘alaihi
wasallam mereka berjihad bersama beliau Shallallahu‘alaihi wasallam.
Mengerjakan shalat bersama beliau, berzakat, menunaikan ibadah haji dan
mentauhidkan Allah.
Demikian pula,
orang-orang yang Allah katakan tentang mereka:
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ
تَسْتَهْزِئُونَ. لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah:
“Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. (QS.
At-Taubah: 65-66).
Allah Subahanahu
wata’ala telah menerangkan dan menjelaskan dengan sejelas- jelasnya, bahwasanya
mereka itu kafir sesudah beriman, padahal mereka ikut bersama Rasulullah
Shallallahu‘alaihi wasallam dalam perang Tabuk, mereka telah mengucapkan satu
kalimat kekafiran, meski mereka katakan bahwa mereka mengucapkan kalimat itu
atas dasar gurau belaka.
____________
Footnote:
Footnote:
[1] Dahulu
daerah Ahsa’ pada zaman syaikh, terdapat banyak Ulama-ulama’ dari berbagai
madzhab, sebagian dari ulama itu keras kepala menentang dan sebagian yang lain
diberi hidayah oleh Allah, lalu mengikuti kebenaran dan petunjuk karena taufiq
Allah.
------------
وهي إنهم يقولون: إن الذين نزل فيهم القرآن لا يشهدون أن لا
إله إلا الله ويكذبون الرسول، وينكرون البعث، ويكذبون القرآن ويجعلونه
سحراً، ونحن نشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، ونصدق القرآن، ونؤمن
بالبعث، ونصلي، ونصوم، فكيف تجعلوننا مثل أولئك؟ فالجواب: أنه لا خلاف بين العلماء
كلهم أن الرجل إذا صدق رسول الله في شئ وكذبه في شئ أنه كافر لم يدخل في الإسلام.
وكذلك إذا آمن ببعض القرآن وجحد بعضه، كمن أقر بالتوحيد، وجحد
وجوب الصلاة، أو أقر بالتوحيد والصلاة، وجحد وجوب الزكاة، أو أقر بهذا كله
وجحد الصوم، أو أقر بهذا كله وجحد الحج، ولما لم ينقد أناس في زمن النبي
للحج، أنزل الله في حقهم وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ [آل عمران:97].
ومن أقر بهذا كله وجحد البعث كفر بالإجماع وحل دمه وماله، كما
قال جل جلاله: إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ
أَن يُفَرِّقُواْ بَيْنَ اللّهِ وَرُسُلِهِ وَيقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ
وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً
(150) أُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقّاً وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ
عَذَاباً مُّهِيناً [النساء:151،150]، فإذا كان الله قد صرح في كتابه أن من آمن
ببعضٍ فهو الكافر حقاً، وأنه يستحق ما ذكر. زالت هذه الشبهة، وهذه هي التي ذكرها بعض
أهل الأحساء في كتابه الذي أرسل إلينا.
ويقال أيضاً: إذا كنت تقر أن من صدق الرسول في كل شئ وجحد
وجوب الصلاة، أنه كافر حلال الدم بالإجماع، وكذلك إذا أقر بكل شئ إلا البعث ، وكذلك
إذا جحد وجوب صوم رمضان لا يجحد هذا، وصدق بذلك كله ولا تختلف المذاهب فيه، وقد
نطق به القرآن كما قدمنا، فمعلوم أن التوحيد هو أعظم فريضة جاء بها النبي محمد
، وهو
أعظم من الصلاة والزكاة والصوم والحج، فكيف إذا جحد الإنسان شيئاُ من هذه الأمور كفر؟
ولو عمل بكل ما جاء به الرسول، وإذا جحد التوحيد الذي هو دين الرسل كلهم لا يكفر،
سبحان الله! ما أعجب هذا الجهل.
ويقال أيضاً: هؤلاء أصحاب رسول الله قاتلوا بني حنيفة وقد أسلموا مع النبي ، وهم
يشهدون أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، ويصلون ويؤذنون، فإن قال: إنهم يقولون:
أن مسيلمة نبي، قلنا: هذا هو المطلوب، إذا كان من رفع رجلا إلى رتبة النبي
، كفر وحل
ماله ودمه، ولم تنفعه الشهادتان ولا الصلاة، فكيف بمن رفع شمسان أو يوسف، أو
صحابيا، أو نبيا، إلى مرتبة جبار السموات والأرض؟ سبحان الله ما أعظم شأنه
كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ [الروم:59].
ويقال أيضاً: الذين حرقهم علي بن أبي طالب
بالنار، كلهم يدعون الإسلام، وهم من أصحاب علي
وتعلموا العلم من الصحابة ولكن اعتقدوا في علي، مثل
الاعتقاد في يوسف وشمسان وأمثالهما، فكيف أجمع الصحابة على قتلهم وكفرهم؟ أتظنون أن
الصحابة يكفرون المسلمين؟ أم تظنون أن الاعتقاد في تاجٍ وأمثاله لا يضر، والاعتقاد
في علي بن أبي طالب يكفر؟
ويقال أيضاً: بنو عبيدٍ القداحِ الذين ملكوا المغرب ومصر في
زمان بني العباس، كلهم يشهدون أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، ويدعون
الإسلام، ويصلون الجمعة والجماعة فلما أظهروا مخالفة الشريعة في أشياء دون ما
نحن فيه، أجمع العلماء على كفرهم وقتالهم، وأن بلادهم بلاد حرب، وغزاهم المسلمون حتى
استنقذوا ما بأيديهم من بلدان المسلمين.
ويقال أيضاً: إذا كان الأولون لم يكفروا إلا لأنهم جمعوا بين
الشرك وتكذيب الرسول والقران، وإنكار البعث، وغير ذلك، فما معنى الباب الذي ذكر العلماء في
كل مذهب "باب حكم المرتد" وهو المسلم الذي يكفر بعد إسلامه، ثم ذكروا
أنواعاً كثيرة كل نوعٍ منها يكفر ويحل دم الرجل وماله، حتى أنهم ذكروا أشياء يسيرة عند من
فعلها، مثل كلمة يذكرها بلسانه دون قلبه أو كلمة يذكرها على وجه المزح واللعب.
ويقال أيضاً: الذين قال الله فيهم: يَحْلِفُونَ بِاللّهِ مَا قَالُواْ وَلَقَدْ قَالُواْ كَلِمَةَ
الْكُفْرِ وَكَفَرُواْ بَعْدَ إِسْلاَمِهِمْ [التوبة:74] أما سمعت أن الله كفرهم بكلمة مع كونهم في زمن رسول الله
يجاهدون معه ويصلون معه ويزكون ويحجون ويوحدون، وكذلك الذين
قال الله فيهم: قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ
تَسْتَهْزِئُونَ (65) لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ [التوبة:66،65] فهؤلاء الذين صرح الله أنهم كفروا بعد إيمانهم
وهم مع رسول الله في غزوة تبوك، قالوا كلمة ذكروا أنهم قالوها على وجه المزح.
Langganan:
Postingan (Atom)
Pembelaan
Download Audio dan Video Menyingkap Hakikat Wahabi oleh Ustad Dzulqarnain Muhammad Sunusi
Kajian Ilmiah MENYINGKAP HAKIKAT WAHABI PEMATERI: Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi [Pengasuh Pesantren As-Sunnah Makassar] WAKTU:...