Halaman

Kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Rabu, 25 September 2013

Seputar Isu Wahabi (7) : Larangan Membangun Bangunan di atas Kubur


RI : Sekarang saya amat paham. Kalau masalah membangun sesuatu di atas kubur berupa rumah kecil atau cungkup di atas kubur, apakah hal ini juga dilarang dalam agama Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-?

AF : Hal ini juga terlarang dalam agama!!! Kalau anda pernah mendengar bahwa orang Wahabi melarangnya, maka ketahuilah bahwa mereka telah benar dan mencocoki ajaran Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam melarang hal itu.

RI : Kenapa mereka melarang? Apa dasarnya dalam Sunnah?

AF : Mereka melarang membuat bangunan di atas kubur, karena Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarangnya.
Dari Jabir -radhiyallahu anhu- berkata,

نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه

“Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dari mengapuri kubur, atau duduk di atasnya atau dibuat bangunan di atasnya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 970)]

Inilah sunnahnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, kakek dari Habib Ali Hasan Bahar. Semoga Sang Habib tidak menyangka bahwa membuat cungkup adalah boleh-boleh saja. Semoga beliau juga tidak menuduh orang yang melarangnya adalah orang yang badui, barbar dan semacamnya!!!

Jadi, meratakan kubur –apalagi jika dikultuskan-, dan melarang  dibuat bangunan di atasnya merupakan sunnah (jalan)nya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sedang orang yang menganggapnya baik –padahal buruk-, maka sungguh telah mengada-adakan pemikiran dan pemahaman bid’ah lagi sesat!!

Kemudian tak lupa kami perlu jelaskan bahwa meratakan dan menghancurkan tempat-tempat keramat, kesyirikan dan kekafiran bukanlah perkara baru yang tak ada contohnya di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Itu bukanlah perbuatan radikal, ekstrim, keras, badui, dan lainnya!!!

Bahkan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah mengirim sebagian sahabat dalam memberantas tempat-tempat yang menjadi situs dan praktek kesyirikan.

Dari Abu Ath-Thufail berkata,

لمَاَّ فَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ بَعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ إِلَى نَخْلَةَ وَكَانَتْ بِهَا الْعُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ وَكَانَتْ عَلَى ثَلاَثِ سَمُرَاتٍ, فَقَطَعَ السَّمُرَاتِ وَهَدَمَ الْبَيْتَ الَّذِيْ كَانَ عَلَيْهَا, ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ, فَقَالَ: اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَصْنَعْ شَيْئًا, فَرَجَعَ خَالِدٌ, فَلَمَّا أَبْصَرَتْ بِهِ السَّدَنَةُ وَهُمْ حَجَبَتُهَا أَمْعَنُوْا فِي الْجَبَلِ وَهُمْ يَقُوْلُوْنَ: يَا عُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ, فَإِذَا هِيَ امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْتَفِنُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا, فَعَمَّمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا, ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: تِلْكَ الْعُزَّى

“Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah merebut kota Makkah, maka beliau mengutus Kholid bin Al-Walid ke daerah Nakhlah, sedang di sana terdapat Uzza. Kholid pun mendatanginya, dan Uzza berupa tiga pohon berduri. Kemudian Kholid menebas pohon-pohon tersebut, dan merobohkan bangunan yang terdapat di atasnya. Lalu ia mendatangi Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu kepada beliau. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Kembalilah, karena engkau belum berbuat apa-apa”. Kholid pun kembali. Tatkala ia dilihat para security (para penjaga) Uzza, maka mereka mengintai di atas gunung seraya mereka berkata, “Wahai Uzza”. Kemudian Kholid mendatangi Uzza, tiba-tiba ada seorang wanita telanjang yang mengurai rambutnya sambil menaburkan debu di atas kepalanya. Akhirnya Kholid menebas wanita itu dengan pedang sehingga ia membunuhnya. Beliaupun kembali ke Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Itulah Uzza”. [HR. An-Nasa'iy dalam As-Sunan Al-Kubro (6/474/no. 11547), Abu Ya'laa Al-Maushiliy dalam Al-Musnad (no. 902) dan Adh-Dhiya' Al-Maqdisiy dalam Al-Ahadits Al-Mukhtaroh (no. 258 & 259). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Ali bin Sinan dalam Takhrij Fath Al-Majid (no. 103)]

Jadi, sekali lagi membongkar dan menghancurkan situs dan tempat keramat dan kesyirikan bukan sikap barbarisme!!

***
Dari wawancara Redaksi al-Ihsan dengan Al-Ustadz Abul Fadhilah Al-Makassariy
http://pesantren-alihsan.org/meluruskan-wawancara-habib-ali-hasan-bahar-seputar-isu-wahabi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel kami. Besar harapan kami untuk bisa membaca komentar para pengunjung. Dan berkomentar lah dengan nama (jangan anonim), dan jika berkenan isikan email/website anda supaya saya bisa mengunjungi balik anda semua. terima kasih.